Setahun Prabowo: Antara Bayang Legacy dan Bayangan Kekuasaan

AKURAAT 24

- Redaksi

Kamis, 16 Oktober 2025 - 01:48 WIB

5027 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis: Sri Radjasa, M.BA (Pemerhati Intelijen)

Setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah berjalan, namun atmosfer negeri masih diliputi kabut keraguan. Harapan rakyat yang dulu membumbung tinggi setelah pemilu 2024, kini terantuk pada kenyataan bahwa transisi kekuasaan di negeri ini tidak pernah benar-benar tuntas. Kemenangan Prabowo yang diwarnai cawe-cawe politik Jokowi masih menyisakan jejak dalam setiap kebijakan, langkah, dan gestur kekuasaan.

Dalam literatur politik klasik, Niccolò Machiavelli mengingatkan bahwa warisan kekuasaan bukan hadiah, melainkan jebakan. Kalimat itu menggambarkan betapa kemenangan Prabowo, meski sah secara konstitusional, membawa beban historis yang tak ringan. Ia bukan hanya mewarisi kekuasaan, melainkan juga jaringan loyalitas lama yang masih berdenyut kuat di tubuh negara. Dari struktur keamanan hingga jaring relawan, dari elite ekonomi hingga mesin digital politik, pengaruh Jokowi belum benar-benar redup.

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Warisan sepuluh tahun kekuasaan Jokowi ibarat residu politik yang sulit terurai. Infrastruktur fisik memang berdiri megah, namun infrastruktur moral bangsa justru mengalami erosi. Rakyat kecil masih berjuang di tengah inflasi pangan yang naik 4,2 persen pada pertengahan 2025, sementara pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 4,9 persen. Gini ratio bertahan di 0,39, menandakan ketimpangan tak kunjung terurai. Negara seolah hanya kuat di atas kertas, tapi lemah dalam menegakkan keadilan sosial.

Dalam konteks itu, langkah Prabowo tampak terbelah antara kehendak memperbaiki sistem dan keharusan menjaga stabilitas politik. Max Weber menyebut fenomena ini sebagai krisis legitimasi transisional, di mana otoritas formal yang sah belum sepenuhnya diterima sebagai pemegang kendali sejati. Jokowi, meski telah lengser, masih memancarkan pengaruh besar melalui jaringan loyalis di institusi negara, ormas, dan basis relawan. Oligarki lama tidak tumbang; ia hanya menyesuaikan bentuknya, tetap hidup di dalam sistem yang baru.

Filosofi Kepemimpinan dan Ujian Keberanian

Hati-hati politik Prabowo, terutama terhadap lingkaran kekuasaan lama, bisa dibaca sebagai strategi. Namun strategi yang terlalu panjang berisiko menjadi jebakan. Publik menilai presiden berjalan lamban dalam mengambil langkah tegas: reformasi Polri belum dimulai, penegakan hukum terhadap para aktor lama yang diduga menyeleweng belum bergulir, dan agenda pemerataan ekonomi masih terhalang oleh dominasi konglomerasi. Dalam situasi demikian, kekuasaan yang besar menjadi paradok yang kuat di tangan, tapi tumpul dalam tindakan.

Filsuf Plato dalam The Republic menulis bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang berani menundukkan hasrat kekuasaan demi menegakkan kebenaran. Kini, Prabowo berdiri di persimpangan itu. Ia menghadapi sistem yang mapan tapi korosif, kuat secara struktur tapi rapuh dalam nilai. Jika ia hanya menjadi pelanjut dinasti kekuasaan lama, sejarah akan menempatkannya sebagai presiden yang gagal melepaskan diri dari bayangan pendahulunya. Tetapi jika ia berani menegaskan garis politiknya sendiri dengan membersihkan institusi hukum, memperkuat ekonomi rakyat, dan menegakkan supremasi konstitusi maka ia akan dikenang sebagai pemimpin yang memulihkan martabat republik.

Bangsa Indonesia telah terbukti tangguh menghadapi badai sejarah, dari penjajahan hingga reformasi. Namun kini yang dibutuhkan bukan lagi simbol kekuatan, melainkan keberanian moral. Rakyat menanti negara yang benar-benar hadir di tengah penderitaan mereka, bukan sekadar melanjutkan drama kekuasaan di atas panggung yang sama.

Setahun pemerintahan Prabowo menjadi cermin dari pergulatan antara idealisme dan kompromi. Di bawah bayang legacy dan bayangan kekuasaan, bangsa ini menunggu, apakah Prabowo akan sekadar menjadi pewaris takhta, atau penulis babak baru sejarah yang memulihkan cita-cita republik yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berita Terkait

Izin Sudah Ditempuh, Proyek Hotel Mekarwangi Lanjutkan Pembangunan dengan Dukungan Aparatur Setempat
Kapitalisme dan Pajak yang Mencekik, Siapa Sebenarnya yang Diuntungkan?
Cerita “Presisi Polri yang Jauh Panggang dari Api, Penuh Wereng Coklat Gagal Nalar”

Berita Terkait

Rabu, 5 November 2025 - 16:33 WIB

Polda Riau Dukung Langkah Divhubinter Polri Perkuat Jaringan Pengawasan Kejahatan Transnasional di Perbatasan

Jumat, 31 Oktober 2025 - 17:46 WIB

Lingkungan SMA Negeri Plus Provinsi Riau Disterilkan oleh Brimob Polda Riau

Jumat, 31 Oktober 2025 - 12:24 WIB

Dari Jagung hingga Telur, Polda Riau Siapkan Lumbung Gizi Berbasis Terpadu

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:53 WIB

SPPG Polda Banten Siap Jadi Percontohan: Pastikan Mutu dan Kualitas Gizi untuk Dukung Generasi Emas 2045

Selasa, 28 Oktober 2025 - 14:42 WIB

Dari 500 ke 1.000: Kabupaten Bandung Barat Berhasil Meningkatkan Produksi Pertanian , Ayam petelur dan Peternakan lainnya Dengan Program Ketahanan Pangan

Senin, 27 Oktober 2025 - 21:31 WIB

Dukung Program Nasional, Polsek Lubuk Batu Jaya Tanam Jagung Serentak di Lahan TKD Sungai Beras-Beras Hilir

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 15:07 WIB

Izin Sudah Ditempuh, Proyek Hotel Mekarwangi Lanjutkan Pembangunan dengan Dukungan Aparatur Setempat

Jumat, 24 Oktober 2025 - 04:25 WIB

Sakti Mandraguna, Oknum Guru Di Bekasi Berstatus DPO Masih Aktif Mengajar

Berita Terbaru